Senin, 26 Agustus 2013
Kumpulan Tutorial Service Printer
- Cara membongkar printer Epson L800
- Cara Mengatasi Paper Jam Canon IP2770
- Cara Me Reset Printer Canon IP2770
- Cara Memasang Botol Pembuangan Printer Canon IP2770
- Cara Reset Printer Canon IP2770
- Epson R230/ R210/ R220 paper jam problem repair
- Cara Praktis Ganti Chip Pisah CISS/mCISS Epson R230/T11/T60 Canon Ip4500...
- Cara Membongkar Printer Epson R230 dan Memperbaiki Roller Printer
Asal Usul Desa Kuryokalangan
Kalangan mempunyai akar historis yang berhubungan dengan masa penyebaran Islam di pulau Jawa. Menurut pengakuan salah satu sesepuh desa, Mbah Parmo, yang ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu mengatakan bahwa munculnya nama “kalangan” berkaitan dengan peristiwa masa lampau. Sekitar abad ke-18 M, seorang murid Sunan Muria, Singgo Joyo, turut aktif dalam memperluas penyebaran agama Islam di tanah Jawa, khususnya di wilayah pantai utara. Singgo Joyo kemudian memfokuskan daerah penyebaran Islam di sebuah wilayah yang sekarang bernama Kuryokalangan.
Pada zaman dahulu wilayah Kuryokalangan merupakan hutan belantara dan belum ada penduduk yang menempati. Oleh karenanya Mbah Singgo Joyo membuka hutan di areal tersebut. Pada saat membuka lahan untuk tempat bediam diri, mbah Singgo Joyo menggunakan gaman (baca: senjata tajam) untuk menebang pepohonan. Dalam proses pembukaan lahan tersebut, beliau kehilangan gaman. Oleh karena peristiwa kehilangan gaman pusaka tersebut, mbah Singgo Joyo memberi nama daerah itu dengan sebutan Kalangan. Kata Kalangan sendiri berasal dari bahasa Jawa “kelangan” yang berarti kehilangan.
Dahulu dukuh Kalangan memiliki pasar yang bernama “pasar Wage”. Namun pasar tersebut letaknya tidak berada seperti pasar yang ada sekarang, melainkan terletak di sekitar pohon asem. Pohon asem sendiri tumbuh di lokasi punden secara alami atau bahkan tidak sengaja. Ketika Singgo Joyo sedang makan, makanan yang akan beliau santap terdapat klungsu (baca: biji Asem) di dalamnya. Klungsu tersebut dibuang oleh beliau dan kemudian tumbuh menjadi sebuah pohon yang berada di sekitar rumahnya.
Mbah Parmo juga menuturkan bahwa pohon Doro yang berada tidak jauh dari pohon Asem duhulu adalah lokasi kediaman Singgo Joyo. Rumah beliau menghadap ke selatan dengan pohon asem sebagai penandanya. Asem besar sebagai rumah depan dan asem kecil sebagai rumah belakang. Di sebelah barat rumah beliau juga terdapat sungai yang mengalir sebagai sarana keperluan sehari-hari. Sedangkan tempat yang oleh warga sekitar disebut “Sigit” dahulu rencananya akan dibangun sebuah masjid. Namun sebelum pembangunan masjid dimulai, Singgo Joyo terlebih dahulu wafat sehingga rencana pembangunan masjid belum terlaksana.
Di wilayah desa Kuryokalangan, khususnya dukuh kalangan, terdapat sebuah mitos yang diyakini oleh warga. Warga setempat yang akan melangsungkan pernikahan hendaknya mengunjungi pohon asem atau biasa disebut Mubeng Asem. Mubeng Asem dilakukan oleh mempelai laki-laki sebelum melaksanakan upacara pernikahan guna menghormati adat yang berlaku dalam masyarakat. Menurut cerita, kebiasaan tersebut awalnya diminta untuk dilaksanakan oleh istri Singgo Joyo yang senang melihat pengantin. Selain kebiasaan Mubeng Asem, ada juga bentuk kegiatan lain yang masih dipertahankan untuk dilaksanakan masyarakat di sekitar pohon asem. Warga setempat menyebutnya sebagai ritual “manganan”, yaitu melaksanakan hajatan secara sederhana dengan mengundang beberapa orang dan membaca doa-doa atau tahlilan. Manganan biasanya dilaksanakan ketika seseorang mempunyai keinginan atau hajat dengan harapan mereka mendapat ridlo dari Allah SWT. Kebiasaan ini duhulu sengaja dianjurkan oleh Singgo Joyo dengan maksud agar seseorang mau bersedekah atau berbagi rejeki antara satu dengan yang lain.
Perlu diketahui bahwa makam Singgo Joyo tidak terletak di area pohon asem. Makam beliua berada dikomplek pemakaman Sunan Muria di gunung Muria. Tepatnya berada di dekat pintu masuk atau pelawangan komplek pemakaman Sunan Muria.
Legenda (Asal Usul) Desa Mojolawaran
LEGENDA DESA
MOJOLAWARAN
Letak Geografis Mojolawaran
Adalah jalan
Gabus Tlogoayu KM. 2. Mojolawaran adalah termasuk desa di Kecamatan Gabus yang
mana sekecamatan Gabus ada 23 desa . Termasuk wilayah Kawedanan Kayen,
Kabupaten Pati.
Dipertengahan
desa ada dua makam, yang mana makam tersebut menjadi pepunden , yaitu setiap
orang yang punya hajad sering berdoa dan membaca tahlil dimakam tersebut, mohon
kepada Allah agar hajadnya dikabulkan . Makam yang sebelah utara disebut makam
“ Nyai Ratu” dan disampingnya ada batu besar yang disebut “ Watu Bobot” . Konon
barang siapa yang bisa mengangkat batu tersebut sendirian bisa kaya.
Makam yang
sebelah selatan kumpul dengan makan desa adalah makam ”Tuan Sokolangu”,
sekarang diabadikan namanya menjadi Yayasan Pendidikan ”Tuan Sokolangu”.
Konon zaman
dahulu kala ada sebuah padepokan yang terletak dibumi telon yaitu sebidang
kampung tanah diperbatasan tiga desa yaitu desa Mojolawaran terletak disebelah
selatan, desa Sambirejo disebelah barat laut, Sugihrejo disebelah Timur. Yang
sekarang masih ada bekasnya yaitu sumur / belik yang selalu keluar sumbernya
meskipun kemarau panjang.
Di situlah ada
Padepokan ( Perguruan ) yang membimbing tentang agama Islam , bela diri dan
kesenian. Muridnya sangat banyak dari segala penjuru terdiri dari putra dan
putri. Disitu ada keluarga yang tidak dikenal namanya, yang mempunyai anak
putra dan putri yang sulung bernama : Raden Alim . Yang nomor dua Kyai
Gusti yang dimakamkan di makam Kuryokalangan tempel, yang dulu masih
termasuk desa Mojolawaran . Untuk memudahkan Geografi perbatasan adalah jalan
raya Gabus Tlogoayu, yang sebelah selatan diikutkan desa Kuryokalangan,
sehingga sisebut Kuryoklangan tempel (Mulai dari perbatasan Sugihrejo sampai Jetis
),
Kyai Plumbungan, Kyai Plosomalang dan yang bungsu seorang
putri yang cantik yang bernama ”Dewi Lanjar Sari” dan terkenal dengan nama Siti
Rohmah.
Raden Alim
bertugas mengajar dan memperdalam agama bela diri dan kesenian. Kyai Gusti,
Kyai Plumbungan dan Kyai Plosomalang membantunya.
Dewi Lanjar Sari
mengajar mengaji pada putra-putri, kesenian, memasak dan lain-lain ketrampilan
wanita.
Pada suatu hari
Dewi Lanjar Sari memasak entah kurang apa Ibunya marah. Dia dipukul pakai
Entong ( alat untuk mengeduk nasi ) dikepalanya. Dia ngambek langsung
meninggalkan rumah tanpa arah dan tujuan. Sehari, dua hari, seminggu, sebulan
dan seterusnya dia berjalan kaki kearah Barat Daya. Dia makan seadanya dengan
membantu orang-orang yang dijumpainya dengan upah sekedar makan dan minum. Dari
orang keorang lain terus melanjutkan perjalanannya. Pada suatu hari Dewi Lanjar
Sari lelah sekali dan istirahat melepaskan lelah dibawah pohon.
Konon pada suatu
ketika Raja Mataram ( entah raja siapa tidak mengerti ) sedang ameng – ameng
(berjalan-jalan) mengelilingi daerah kekuasaannya yang diiringi oleh
pejabat-pejabat kerajaan, dayang – dayang serta para prajurit. Dengan rasa
terkejut sang Prabu melihat seberkas sinar yang datang dari jauh, dan sang
patih disuruh menyelidiki dan melaporkan sinar apa tersebut.
Beberapa saat
kemudian setelah sang patih menemukan apa yang menjadi sumber sinar tersebut
dilaporkan pada raja bahwa sinar tersebut berasal dari putri yang cantik yang
bernama : Dewi Lanjar Sari yang tidak mempunyai tempat tinggal yang berkelana
tidak punya arah dan tujuan . Akhirnya sang Prabu berpendapat bahwa wanita
tersebut orang yang sakti dan berketurunan orang yang berilmu tinggi. Akhirnya
wanita tersebut diambil Garwo Selir oleh sang Prabu. Sejak itu dia terkenal dengan nama : Nyai
Ratu.
Di kerajaan dia memberi pelajaran menari dan ketrampilan
yang lain pada wanita – wanita keluarga kerajaan. Para istri Raja dan keluarga
kerajaan semuanya sayang kepadanya .
Lain ceria,
ibunya sedih karena ditinggal oleh anaknya yang disayanginya dengan
berbulan-bulan, bertahun-tahun tak ada kabar berita entah masih hidup atau
sudah mati. Semua anaknya dipanggil untuk menghadap ibu yang sedang susah atau
sedih itu.Setelah berkumpul semua anaknya dtugasi untuk mencari dan bertemu,
jangan pulang kalau belum bertemu dan
membawa pulang bersamanya. Setelah berunding empat orang anaknya tersebut
membagi arah yaitu ke Barat, ke Timur, ke Utara dan ke Selatan. Karena Dewi
Lanjar Sari kesenangannya hiburan yang bernama ”Topeng Lengger” maka ke empat
kakaknya tersebut mencari sambil berkesenian Topeng Lengger.
Kesenian Topeng Lengger yaitu suatu kesenian dengan alat
musik Rebana, kendang, dan jidur. Yang menari memakai topeng. Jadi satu rombongan berjumlah 5 orang, semua
laki – laki , yaitu dengan tugas : 2 orang menabuh rebana, 1 orang kendang, 1
orang menabuh jidur dan seorang lagi menari memakai topeng sambil bernyanyi
berupa syair yang bernafaskan agama dan budi pekerti serta cerita para Nabi dan riwayat hidup keluarganya.
Raden Alim
kebagian kearah selatan , dan yang lain tersebar. Dengan kesenian tersebut
mereka berharap dapat menjumpai adiknya, karena adiknya senang sekali kesenian
tersebut.
Berhari – hari bahkan berbulan – bulan sudah berlalu, belum
ada tanda-tanda untuk dapat bertemu dengan adiknya. Akhirnya Raden Alim sampai
di kerajaan Mataram. Raden Alim bertugas menari dan menyanyikan syair – syair
dan yang lain mengelilinginya . Ramai sekali penduduk kerajaan Mataram
menontonnya , karena tontonan tersebut belum pernah dilihat di wilayah Mataram.
Akhirnya kabar itu sampai di kerajaan , dan Nyai Ratu mohon
kepada Sang Prabu untuk mendatangkan kesenian tersebut di kerajaan.
Dengan rasa senang hati Raden Alim beserta rombongannya
datang di kerajaan untuk memainkan keseniannya . Kerabat kerajaan dan para
punggawa kerajaan semuanya duduk dibalai agung untuk menyaksikan pertunjukan
yang belum pernah dilihat dengan gaya musik yang serba sederhana tapi
mengagumkan apalagi penarinya yang bertopeng sambil melagukan irama syair yang
berbau agama , nasehat dan riwayat hidupnya.
Raden Alim
terperanjat melihat adiknya yang bersejajar bersama – sama para garwo selir
sang Prabu. Raden Alim membawakan syair yang mengisahkan cerita tentang
pribadinya bersama saudara - saudaranya
sampai perginya Dewi Lanjar Sari setelah dimarahi oleh Ibunya. Para yang
hadir terpesona mendengarkan cerita tersebut, bahkan Nyai Ratu menjerit dan
menangis sejadi – jadinya. Setelah ditanya oleh Sang Prabu dia mengataakan
bahwa itu adalah kisahnya sendiri. Akhirnya dia mengetahui bahwa yang menari
itu adalah kakak kandungnya.
Setelah bercakap
– cakap untuk mengobati rindunya Raden Alim mohon kepada Sang Prabu, adiknya
dibawa pulang sebentar kira – kira satu atau dua bulan . Sang Prabu
mengijinkannya tapi hanya satu atau dua bulan saja. Akhirnya Raden Alim serta
rombongannya dan diiringi Nyai Ratu serta para dayang – dayang pulang.
Sampai dirumah
Ibunya sudah meninggal . Satu demi satu yang bertugas datang tidak membawa hasil
( Kyai Gusti , Kyai Plumbungan, Kyai Plosomalang) .
Baru beberapa saat kurang lebih satu bulan berkumpul dengan
saudaranya dan para murid – muridnya bersenang – senang karena sangat rindu
kepada dewi Lanjar Sari yang sudah di kenal dengan Nyai Ratu.
Akhirnya Nyai Ratu tiba sakit dan meninggal.
Sang Prabu merasa kecewa karena sudah berbulan-bulan karena
Nyai Ratu belum dikembalikan. Kemudian sang Prabu mengirimkan utusan yang
diiringi beberapa prajurit untuk
menjemput Nyai Ratu. Sampai di desa
utusan diberitahu oleh Raden Alim bahwa
Nyai Ratu sudah meninggal . Dan akhirnya para utusan marah serta memukuli Raden
Alim beserta murid – muridnya . Dengan susah payah Raden Alim menyadarkan tapi
tidak percaya . Akhirnya timbul peperangan antara utusan dari Mataram dengan
Raden Alim beserta murid – muridnya.
Dengan kesaktian
Raden Alim batu besar untuk alas kaki berwudlu di perintahkan untuk mengejar
dan menanggulangi dari kemarahan utusan
dari Mataram tersebut .
Akhirnya utusan
dari Mataram mati semua karena tergilas oleh Watu Bobot tersebut , yang di
mantrai oleh Raden Alim.
Maka sampai sekarang watu bobot tersebut ditempatkan
disamping makam Nyai Ratu. Dan Raden Alim terkenal dengan nama TUAN
SOKOLANGU, karena dia selalu membawa
tongkat yang terbuat dari kayu sokolangu. Disebut desa Mojolawaran karena
benteng padepokan terdiri dari kayu Mojo yang buahnya besar – besar seperti
buah jeruk yang rasanya pahit.
Lawaran karena
Tuan Sokolangu mengembalikan ( menyerang dan menangkis )kemarahan utusan
Mataram tidak dengan tenaganya tapi di biarkan begitu saja hanya watu bobotlah
yang menangkisnya. Pernah watu bobot untuk peper ( cewok ) orang, akibatnya
badannya bengkak – bengkak dan meninggal.
Adat istiadat sampai sekarang :
1. Kalau di desa Mojolawaran ada perawan tua asal mau pergi
merantau pasti mendapat jodoh .
2. Kalau sedekah bumi tidak mau di buatkan pertunjukkan yang
aneh – aneh, cukup dengan tahlilan, membaca sejarah Nabi Muhammad SAW (
Berjanjean) dan solawatan . Dan malam
harinya dengan Rebana.
Konon pernah diadakan wayang kulit dalangnya meninggal
mendadak disambar petir dan ada ular
besar yang menjatuhi pangkuan dalang, terus bubar.
Sumber legenda desa Mojolawaran ini dari sesupuh desa yang
tertua :
Mbah Mumbari
Mbah Ngasngari
Mbah Abu
Mbah Mani Seno
Mbah Surat Mentrik
Walluhu A`lam.
Kesimpulan
Sejak dulu mojolawaran adalah sumber Agama Islam di
Kecamatan Gabus dan sekitarnya, karena sejak itu sudah ada padepokan yang
mengajar agama islam, beladiri dan kesenian. Maka sampai sekarang beladiri /
pencak silat, kesenian / pesantren ada. Yaitu mengikuti jejak ” Tuan Sokolangu
”
Wanita berkelana, maka sampai sekarang wanita – wanita
berkelana kepenjuru dunia dan mendapat jodoh. Mengikuti jejak ” Nyai Ratu ”.
Remaja putra – putri Mojolawaran hendaknya gigih menuntut
ilmu agama islam, kerja keras demi suksesnya desa Mojolawaran sebagai cita – cita pendiri desa ini.
Cintailah desa kita
Kamis, 22 Agustus 2013
Langganan:
Postingan (Atom)