ANDALUS melayani penjualan paket stempel komplit. Paket stempel karet/runaflek Rp. 1.000.000 untuk paket stempel flash Rp. 2.000.000,- barang siap kirim Hub.085 747 347 540 - 081 326 809 171. ANDALUS melayani penjualan paket stempel komplit. Paket stempel karet/runaflek Rp. 1.000.000 untuk paket stempel flash Rp. 2.000.000,- barang siap kirim Hub.085 747 347 540 - 081 326 809 171

Senin, 26 Agustus 2013

Epson T60 / R290 / 270 Paper Feeding Repair

Epson T60 / R290 / 270 Paper Feeding Repair

Kumpulan Tutorial Service Printer

Asal Usul Desa Kuryokalangan



Kuryokalangan merupakan sebuah pemerintahan administratif berbentuk desa yang berada di sepanjang Jalan Raya Gabus-Tlogoayu KM.02 Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati. Desa ini terbagi atas dua wilayah (baca: dukuh) yaitu: Kuryo dan Kalangan. Nama Kuryokalangan sendiri berasal dari penggabungan dua nama dukuh tersebut. Jika dilihat dari posisi, kedua dukuh tersebut saling berjajar antara satu dengan yang lain, Kuryo berada di sebelah selatan dan Kalangan berada di sebelah utara.

Kalangan mempunyai akar historis yang berhubungan dengan masa penyebaran Islam di pulau Jawa. Menurut pengakuan salah satu sesepuh desa, Mbah Parmo, yang ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu mengatakan bahwa munculnya nama “kalangan” berkaitan dengan peristiwa masa lampau. Sekitar abad ke-18 M, seorang murid Sunan Muria, Singgo Joyo, turut aktif dalam memperluas penyebaran agama Islam di tanah Jawa, khususnya di wilayah pantai utara. Singgo Joyo kemudian memfokuskan daerah penyebaran Islam di sebuah wilayah yang sekarang bernama Kuryokalangan.

Pada zaman dahulu wilayah Kuryokalangan merupakan hutan belantara dan belum ada penduduk yang menempati. Oleh karenanya Mbah Singgo Joyo membuka hutan di areal tersebut. Pada saat membuka lahan untuk tempat bediam diri, mbah Singgo Joyo menggunakan gaman (baca: senjata tajam) untuk menebang pepohonan. Dalam proses pembukaan lahan tersebut, beliau kehilangan gaman. Oleh karena peristiwa kehilangan gaman pusaka tersebut, mbah Singgo Joyo memberi nama daerah itu dengan sebutan Kalangan. Kata Kalangan sendiri berasal dari bahasa Jawa “kelangan” yang berarti kehilangan.

Dahulu dukuh Kalangan memiliki pasar yang bernama “pasar Wage”. Namun pasar tersebut letaknya tidak berada seperti pasar yang ada sekarang, melainkan terletak di sekitar pohon asem. Pohon asem sendiri tumbuh di lokasi punden secara alami atau bahkan tidak sengaja. Ketika Singgo Joyo sedang makan, makanan yang akan beliau santap terdapat klungsu (baca: biji Asem) di dalamnya. Klungsu tersebut dibuang oleh beliau dan kemudian tumbuh menjadi sebuah pohon yang berada di sekitar rumahnya.

Mbah Parmo juga menuturkan bahwa pohon Doro yang berada tidak jauh dari pohon Asem duhulu adalah lokasi kediaman Singgo Joyo. Rumah beliau menghadap ke selatan dengan pohon asem sebagai penandanya. Asem besar sebagai rumah depan dan asem kecil sebagai rumah belakang. Di sebelah barat rumah beliau juga terdapat sungai yang mengalir sebagai sarana keperluan sehari-hari. Sedangkan tempat yang oleh warga sekitar disebut “Sigit” dahulu rencananya akan dibangun sebuah masjid. Namun sebelum pembangunan masjid dimulai, Singgo Joyo terlebih dahulu wafat sehingga rencana pembangunan masjid belum terlaksana.

Di wilayah desa Kuryokalangan, khususnya dukuh kalangan, terdapat sebuah mitos yang diyakini oleh warga. Warga setempat yang akan melangsungkan pernikahan hendaknya mengunjungi pohon asem atau biasa disebut Mubeng Asem. Mubeng Asem dilakukan oleh mempelai laki-laki sebelum melaksanakan upacara pernikahan guna menghormati adat yang berlaku dalam masyarakat. Menurut cerita, kebiasaan tersebut awalnya diminta untuk dilaksanakan oleh istri Singgo Joyo yang senang melihat pengantin. Selain kebiasaan Mubeng Asem, ada juga bentuk kegiatan lain yang masih dipertahankan untuk dilaksanakan masyarakat di sekitar pohon asem. Warga setempat menyebutnya sebagai ritual “manganan”, yaitu melaksanakan hajatan secara sederhana dengan mengundang beberapa orang dan membaca doa-doa atau tahlilan. Manganan biasanya dilaksanakan ketika seseorang mempunyai keinginan atau hajat dengan harapan mereka mendapat ridlo dari Allah SWT. Kebiasaan ini duhulu sengaja dianjurkan oleh Singgo Joyo dengan maksud agar seseorang mau bersedekah atau berbagi rejeki antara satu dengan yang lain.

Perlu diketahui bahwa makam Singgo Joyo tidak terletak di area pohon asem. Makam beliua berada dikomplek pemakaman Sunan Muria di gunung Muria. Tepatnya berada di dekat pintu masuk atau pelawangan komplek pemakaman Sunan Muria.

Legenda (Asal Usul) Desa Mojolawaran


LEGENDA DESA MOJOLAWARAN


Letak Geografis Mojolawaran
     Adalah jalan Gabus Tlogoayu KM. 2. Mojolawaran adalah termasuk desa di Kecamatan Gabus yang mana sekecamatan Gabus ada 23 desa . Termasuk wilayah Kawedanan Kayen, Kabupaten Pati.
     Dipertengahan desa ada dua makam, yang mana makam tersebut menjadi pepunden , yaitu setiap orang yang punya hajad sering berdoa dan membaca tahlil dimakam tersebut, mohon kepada Allah agar hajadnya dikabulkan . Makam yang sebelah utara disebut makam “ Nyai Ratu” dan disampingnya ada batu besar yang disebut “ Watu Bobot” . Konon barang siapa yang bisa mengangkat batu tersebut sendirian bisa kaya.
     Makam yang sebelah selatan kumpul dengan makan desa adalah makam ”Tuan Sokolangu”, sekarang diabadikan namanya menjadi Yayasan Pendidikan ”Tuan Sokolangu”.
     Konon zaman dahulu kala ada sebuah padepokan yang terletak dibumi telon yaitu sebidang kampung tanah diperbatasan tiga desa yaitu desa Mojolawaran terletak disebelah selatan, desa Sambirejo disebelah barat laut, Sugihrejo disebelah Timur. Yang sekarang masih ada bekasnya yaitu sumur / belik yang selalu keluar sumbernya meskipun kemarau panjang.
     Di situlah ada Padepokan ( Perguruan ) yang membimbing tentang agama Islam , bela diri dan kesenian. Muridnya sangat banyak dari segala penjuru terdiri dari putra dan putri. Disitu ada keluarga yang tidak dikenal namanya, yang mempunyai anak putra dan putri yang sulung bernama : Raden Alim . Yang nomor dua Kyai Gusti  yang dimakamkan di makam   Kuryokalangan tempel, yang dulu masih termasuk desa Mojolawaran . Untuk memudahkan Geografi perbatasan adalah jalan raya Gabus Tlogoayu, yang sebelah selatan diikutkan desa Kuryokalangan, sehingga sisebut Kuryoklangan tempel (Mulai dari perbatasan Sugihrejo sampai Jetis ),
Kyai Plumbungan, Kyai Plosomalang dan yang bungsu seorang putri yang cantik yang bernama ”Dewi Lanjar Sari” dan terkenal dengan nama Siti Rohmah.
     Raden Alim bertugas mengajar dan memperdalam agama bela diri dan kesenian. Kyai Gusti, Kyai Plumbungan dan Kyai Plosomalang membantunya.
     Dewi Lanjar Sari mengajar mengaji pada putra-putri, kesenian, memasak dan lain-lain ketrampilan wanita.
     Pada suatu hari Dewi Lanjar Sari memasak entah kurang apa Ibunya marah. Dia dipukul pakai Entong ( alat untuk mengeduk nasi ) dikepalanya. Dia ngambek langsung meninggalkan rumah tanpa arah dan tujuan. Sehari, dua hari, seminggu, sebulan dan seterusnya dia berjalan kaki kearah Barat Daya. Dia makan seadanya dengan membantu orang-orang yang dijumpainya dengan upah sekedar makan dan minum. Dari orang keorang lain terus melanjutkan perjalanannya. Pada suatu hari Dewi Lanjar Sari lelah sekali dan istirahat melepaskan lelah dibawah pohon.
     Konon pada suatu ketika Raja Mataram ( entah raja siapa tidak mengerti ) sedang ameng – ameng (berjalan-jalan) mengelilingi daerah kekuasaannya yang diiringi oleh pejabat-pejabat kerajaan, dayang – dayang serta para prajurit. Dengan rasa terkejut sang Prabu melihat seberkas sinar yang datang dari jauh, dan sang patih disuruh menyelidiki dan melaporkan sinar apa tersebut.
     Beberapa saat kemudian setelah sang patih menemukan apa yang menjadi sumber sinar tersebut dilaporkan pada raja bahwa sinar tersebut berasal dari putri yang cantik yang bernama : Dewi Lanjar Sari yang tidak mempunyai tempat tinggal yang berkelana tidak punya arah dan tujuan . Akhirnya sang Prabu berpendapat bahwa wanita tersebut orang yang sakti dan berketurunan orang yang berilmu tinggi. Akhirnya wanita tersebut diambil Garwo Selir oleh sang Prabu.  Sejak itu dia terkenal dengan nama : Nyai Ratu.
Di kerajaan dia memberi pelajaran menari dan ketrampilan yang lain pada wanita – wanita keluarga kerajaan. Para istri Raja dan keluarga kerajaan semuanya sayang kepadanya .
     Lain ceria, ibunya sedih karena ditinggal oleh anaknya yang disayanginya dengan berbulan-bulan, bertahun-tahun tak ada kabar berita entah masih hidup atau sudah mati. Semua anaknya dipanggil untuk menghadap ibu yang sedang susah atau sedih itu.Setelah berkumpul semua anaknya dtugasi untuk mencari dan bertemu, jangan  pulang kalau belum bertemu dan membawa pulang bersamanya. Setelah berunding empat orang anaknya tersebut membagi arah yaitu ke Barat, ke Timur, ke Utara dan ke Selatan. Karena Dewi Lanjar Sari kesenangannya hiburan yang bernama            ”Topeng Lengger” maka ke empat kakaknya tersebut mencari sambil berkesenian Topeng Lengger.
Kesenian Topeng Lengger yaitu suatu kesenian dengan alat musik Rebana, kendang, dan jidur. Yang menari memakai topeng.  Jadi satu rombongan berjumlah 5 orang, semua laki – laki , yaitu dengan tugas : 2 orang menabuh rebana, 1 orang kendang, 1 orang menabuh jidur dan seorang lagi menari memakai topeng sambil bernyanyi berupa syair yang bernafaskan agama dan budi pekerti serta cerita para  Nabi dan riwayat hidup keluarganya.
     Raden Alim kebagian kearah selatan , dan yang lain tersebar. Dengan kesenian tersebut mereka berharap dapat menjumpai adiknya, karena adiknya senang sekali kesenian tersebut.
Berhari – hari bahkan berbulan – bulan sudah berlalu, belum ada tanda-tanda untuk dapat bertemu dengan adiknya. Akhirnya Raden Alim sampai di kerajaan Mataram. Raden Alim bertugas menari dan menyanyikan syair – syair dan yang lain mengelilinginya . Ramai sekali penduduk kerajaan Mataram menontonnya , karena tontonan tersebut belum pernah dilihat di wilayah Mataram.
Akhirnya kabar itu sampai di kerajaan , dan Nyai Ratu mohon kepada Sang Prabu untuk mendatangkan kesenian tersebut di kerajaan.
Dengan rasa senang hati Raden Alim beserta rombongannya datang di kerajaan untuk memainkan keseniannya . Kerabat kerajaan dan para punggawa kerajaan semuanya duduk dibalai agung untuk menyaksikan pertunjukan yang belum pernah dilihat dengan gaya musik yang serba sederhana tapi mengagumkan apalagi penarinya yang bertopeng sambil melagukan irama syair yang berbau agama , nasehat dan riwayat hidupnya.
     Raden Alim terperanjat melihat adiknya yang bersejajar bersama – sama para garwo selir sang Prabu. Raden Alim membawakan syair yang mengisahkan cerita tentang pribadinya bersama saudara - saudaranya  sampai perginya Dewi Lanjar Sari setelah dimarahi oleh Ibunya. Para yang hadir terpesona mendengarkan cerita tersebut, bahkan Nyai Ratu menjerit dan menangis sejadi – jadinya. Setelah ditanya oleh Sang Prabu dia mengataakan bahwa itu adalah kisahnya sendiri. Akhirnya dia mengetahui bahwa yang menari itu adalah kakak kandungnya.
     Setelah bercakap – cakap untuk mengobati rindunya Raden Alim mohon kepada Sang Prabu, adiknya dibawa pulang sebentar kira – kira satu atau dua bulan . Sang Prabu mengijinkannya tapi hanya satu atau dua bulan saja. Akhirnya Raden Alim serta rombongannya dan diiringi Nyai Ratu serta para dayang – dayang pulang.
     Sampai dirumah Ibunya sudah meninggal . Satu demi satu yang bertugas datang tidak membawa hasil ( Kyai Gusti , Kyai Plumbungan, Kyai Plosomalang) .
Baru beberapa saat kurang lebih satu bulan berkumpul dengan saudaranya dan para murid – muridnya bersenang – senang karena sangat rindu kepada dewi Lanjar Sari yang sudah di kenal dengan Nyai Ratu.
Akhirnya Nyai Ratu tiba sakit dan meninggal.
Sang Prabu merasa kecewa karena sudah berbulan-bulan karena Nyai Ratu belum dikembalikan. Kemudian sang Prabu mengirimkan utusan yang diiringi beberapa prajurit  untuk menjemput  Nyai Ratu. Sampai di desa utusan diberitahu oleh Raden Alim  bahwa Nyai Ratu sudah meninggal . Dan akhirnya para utusan marah serta memukuli Raden Alim beserta murid – muridnya . Dengan susah payah Raden Alim menyadarkan tapi tidak percaya . Akhirnya timbul peperangan antara utusan dari Mataram dengan Raden Alim beserta murid – muridnya.
     Dengan kesaktian Raden Alim batu besar untuk alas kaki berwudlu di perintahkan untuk mengejar dan menanggulangi  dari kemarahan utusan dari Mataram tersebut .
     Akhirnya utusan dari Mataram mati semua karena tergilas oleh Watu Bobot tersebut , yang di mantrai oleh Raden Alim.
Maka sampai sekarang watu bobot tersebut ditempatkan disamping makam Nyai Ratu. Dan Raden Alim terkenal dengan nama TUAN SOKOLANGU,  karena dia selalu membawa tongkat yang terbuat dari kayu sokolangu. Disebut desa Mojolawaran karena benteng padepokan terdiri dari kayu Mojo yang buahnya besar – besar seperti buah jeruk yang rasanya pahit.
     Lawaran karena Tuan Sokolangu mengembalikan ( menyerang dan menangkis )kemarahan utusan Mataram tidak dengan tenaganya tapi di biarkan begitu saja hanya watu bobotlah yang menangkisnya. Pernah watu bobot untuk peper ( cewok ) orang, akibatnya badannya bengkak – bengkak dan meninggal.
Adat istiadat sampai sekarang :
1. Kalau di desa Mojolawaran ada perawan tua asal mau pergi merantau pasti mendapat jodoh .
2. Kalau sedekah bumi tidak mau di buatkan pertunjukkan yang aneh – aneh, cukup dengan tahlilan, membaca sejarah Nabi Muhammad SAW ( Berjanjean) dan solawatan .  Dan malam harinya dengan Rebana.
Konon pernah diadakan wayang kulit dalangnya meninggal mendadak disambar petir dan ada ular  besar yang menjatuhi pangkuan dalang, terus bubar.
Sumber legenda desa Mojolawaran ini dari sesupuh desa yang tertua :
Mbah Mumbari
Mbah Ngasngari
Mbah Abu
Mbah Mani Seno
Mbah Surat Mentrik
Walluhu A`lam.
Kesimpulan

Sejak dulu mojolawaran adalah sumber Agama Islam di Kecamatan Gabus dan sekitarnya, karena sejak itu sudah ada padepokan yang mengajar agama islam, beladiri dan kesenian. Maka sampai sekarang beladiri / pencak silat, kesenian / pesantren ada. Yaitu mengikuti jejak ” Tuan Sokolangu ”
Wanita berkelana, maka sampai sekarang wanita – wanita berkelana kepenjuru dunia dan mendapat jodoh. Mengikuti jejak ” Nyai Ratu ”.
Remaja putra – putri Mojolawaran hendaknya gigih menuntut ilmu agama islam, kerja keras demi suksesnya desa Mojolawaran  sebagai cita – cita pendiri desa ini.
Cintailah desa kita