Kajian Hikam
((حقوق فى الأوقات يمكن قضاؤها وحقوق الأوقات لا يمكن قضاؤها إذما من وقت يرد إلا ولله عليك فيه حق جديد و أمر أكيد فكيف تقضى فيه حق غيره و أنت لم تقض حق الله فيه))
“Hak-hak (kewajiban) yang ditetapkan di dalam waktu-waktu tertentu itu mungkin saja dikerjakan di waktu lain. Namun hak-hak waktu tidak akan mungkin ditunaikan di lain waktu. Karena tidak ada waktu yang menghampiri kecuali di dalamnya Allah memiliki hak baru dan perkara agung atas dirimu. Maka bagaimana mungkin pada satu waktu engkau menunaikan hak selain hak Allah, sedangkan engkau tidak mengerjakan hak Allah di dalamnya.”
1. Penjelasan
"Maksud dari hak yang pertama adalah kewajiban yang di tetapkan Allah SWT kepada manusia pada waktu-waktu tertentu. Hak ini tidaklah muncul karena adanya waktu itu sendiri. Hanya saja Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan hak tersebut berhubungan dengan waktu yang telah di tetapkan. Misalnya saja shalat maktubah, puasa ramadhan, zakat dan lain-lain. Kewajiban shalat bukanlah dikarenakan munculnya waktu, melainkan karena Allah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan kewajiban shalat 5 kali dalam sehari semalam. Begitu juga puasa, zakat ataupun ibadah-ibadah lain yang berkaitan dengan waktu tertentu.
Sedangkan hak kedua, yaitu hak waktu adalah hak yang muncul karena hadirnya sang waktu. Contohnya saat kita melewati masa yang penuh dengan nikmat, maka muncullah sebuah hak yang harus kita tunaikan yaitu bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ketika kita mengalami detik-detik di mana Allah SWT menyelamatkan kita dari satu musibah, maka kita juga harus bersyukur kepada-Nya.
Dalam keadaan yang terlihat buruk sekalipun, semisal sedang tertimpa permasalahan harta benda atau sakit yang cukup parah, kita tetap wajib menunaikan hak waktu yaitu sabar dan ridha atas ketetapan-Nya. Dan ketika kita menyaksikan tanda-tanda keagungan Allah SWT seperti terjadinya pergantian siang dan malam atau fenomena-fenomena alam yang lain, sudah semestinya kita wajib berfikir dan mengambil pelajaran darinya sebagai pertanda keesaan dan wujud Allah SWT.
Melalui hikmah ini, Ibnu ‘Athaillah menjelaskan bahwa hak Allah atas manusia yang telah di tetapkan dengan waktu tertentu masih mungkin dikerjakan pada waktu yang lain kalau seorang mukallaf teledor untuk menunaikannya pada waktu yang telah ditentukan. Misalnya shalat maktubah yang tertinggal baik secara sengaja atau tidak, maka shalat tersebut masih bisa dilakukan kapan saja. Begitu pula ibadah-ibadah wajib lain yang berhubungan dengan ketentuan waktu. Waktu merupakan wadah atau tempat dari ibadah-ibadah itu sehingga bila seseorang belum mengerjakan pada waktu yang ditentukan, ia bisa tetap menunaikan di lain waktu.
2. Beberapa pertimbangan
Jadi, bisa disimpulkan bahwasanya kewajiban yang ditetapkan Allah SWT dengan ketentuan waktu merupakan perkara yang mungkin dikerjakan pada selain waktu yangtelah ditetapkan. Baik akal rasio maupun syariat, tak ada yang mengatakan kalau hal tersebut adalah perkara yang tidak mungkin.
Lain halnya dengan hak waktu yang tidak mungkin bisa ditunaikan pada waktu yang lain. Jika kita berfikir secara logis, setiap detik yang dilalui oleh seorang manusia pasti terkandung sebuah hak yang harus ditunaikan kepada Allah SWT. Kalau ia meninggalkan hak waktu satu detik saja, maka ia tidak akan menemukan detik lain yang kosong untuk menunaikan hak waktu yang telah tertinggal sebelumnya. Hal ini karena di dalam setiap detik waktu tersimpan haknya tersendiri yang harus ditunaikan seorang manusia.
Menurut agama islam, tiap detik yang menghampiri seorang manusia pasti datang bersamaan dengan nikmat yang harus disyukuri, atau cobaan yang menuntut kesabaran atau fenomena-fenomena dan perubahan alam yang wajib difikirkan dan diambil pelajaran darinya. Terkadang waktu juga datang beserta taufiq atau pertolongan yang menuntut agar seorang berterima kasih dan memuji Allah ‘Azza wa Jalla atau malah bersamaan dengan kesalahan yang mewajibkan adanya istighfar dan taubat.
Secara umum, setiap masa yang lewat pasti memiliki satu hak yang wajib ditunaikan saat itu juga dan terkadang bukan cuma satu hak tetapi berbagai macam hak yang tidak bisa ditunda dalam waktu yang lain. Kalau hak satu waktu ditunda untuk ditunaikan di lain waktu, maka waktu yang lain ini juga mempunyai hak tersendiri yang wajib dilaksanakan seketika itu juga.
3. Aplikasi dalam realita
Agar lebih jelas, marilah kita meneliti beberapa episode detik-detik kehidupan berikut. Atas anugerah-Nya, Allah SWT telah menyelamatkanmu dari suatu musibah. Berarti muncullah sebuah hak waktu yang harus kau tunaikan yaitu bersyukur kepada Allah SWT. Namun kenyataan yang terjadi justru engkau lalai atas hak tersebut dan itu artinya engkau telah menyia-nyiakan hak waktu tanpa memiliki kesempatan baru untuk menunaikannya di lain waktu.
Nikmat yang dikaruniakan Allah SWT kepadamu menyebabkan timbulnya rasa bahagia dan sukacita dalam hartamu. Akan tetapi kegembiraan itu ternyata menjadikan engkau lupa untuk berterima kasih kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Hak waktu yang berupa bersyukur kepada Allah SWT telah engkau tinggalkan dan tak akan mungkin bisa kau tunaikan di masa yang akan datang.
Nafsu yang menguasaimu akhirnya menjerumuskan engkau dalam kemaksiatan yang dilarang oleh Allah SWT. Ternyata pada saat itu engkau lupa untuk mohon ampun dan bertaubat kepada Allah SWT. Itu berarti engkau menanggung sebuah tanggung jawab atas hak waktu yang kau tinggalkan dan tak mungkin tergantikan. Jangan pernah engkau menunda taubat dengan alasan bahwa Allah SWT masih menerima taubat kapan saja. Engkau harus tahu bahwa hak waktu ketika engkau melakukan maksiat adalah istighfar dan taubat yang harus kau tunaikan segera setelah selesainya maksiat yang engkau terjang. Kalau engkau mengulur-ulur waktu untuk bertaubat, maka itu akan menambah semakin berat beban tanggung jawab yang harus engkau pikul, karena setiap detik yang kau lalui pasti menyimpan sebuah hak tersendiri yang wajib engkau tunaikan.
Pergantian siang dan malam, hujan yang mencurahkan air ke bumi hembusan angin yang menyegarkan dan segala macam fenomena alamiah yang engkau lihat di dunia ini semestinya mengantarkan sebuah hak waktu yang harus kau tunaikan saat itu juga, yaitu berfikir tentang keesaan dan kekuasaan serta keagungan Allah SWT dan mengambil pelajaran mengenai kemurahan dan perlindungan Allah ‘Azza wa Jalla yang meliputi alam semesta. Kalau hak waktu ini kau lalaikan, maka tak akan ada lagi kesempatan lain untuk menunaikannya karena tiap detik-detik kehidupan mempunyai haknya masing-masing yang tak mungkin tergantikan.
4. Buah manis dari sang hikmah
Dengan perkataan yang lain, hikmah Ibnu ‘Athaillah ini mungkin bisa dikumpulkan dalam wasiat Allah SWT yang sangat sering kita temui lewat ayat-ayat suci Al Qur’an, yaitu “jangan sampai kita menjadi orang-orang yang lalai dari Allah ‘Azza wa Jalla”.
“Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai.” (Al A’raf : 205)
Dengan gaya bahasa peringatan, kita bisa menjumpai wasiat di atas dalam ayat berikut,
“Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta". (Thaahaa : 124)
Apa yang dipaparkan Ibnu ‘Athaillah dalam hikmah ini sebenarnya tidak keluar dari sasaran pembahasan kedua ayat Al Qur’an di atas. Hanya saja Ibnu ‘Athaillah mengupas secara lebih dalam mengenai sebab-sebab mengapa seorang hamba tidak boleh melalaikan Tuhannya dalam setiap detik yang ia lalui. Bisa dikatakan bahwa sebab ini merupakan sesuatu yang sangat pokok namun cukup rumit sehingga hanya sedikit orang yang memahaminya.
Mungkin mengingat sebab-sebab di atas adalah jalan yang sangat baik agar seorang muslim selamat dari kelalaiannya. Ketika seseorang menyadari bahwa setiap detik yang datang menghampirinya, pasti membawa sebuah hak waktu yang harus ia tunaikan dan apabila tertunda sebentar saja maka tak aka nada lagi waktu luang untuk menunaikannya, akhirnya hal ini mendorongnya untuk menunaikan hak waktu dalam setiap detik yang ia lewati. Dengan begitu, ia akan selalu mengingat Allah SWT setiap saat dan terhindar dari kelalaian yang menyebabkan kesesatan.
5. Kesimpulan
Allah SWT telah menetapkan beberapa kewajiban dengan waktu yang telah ditentukan. Bila kewajiban semacam ini tertunda karena lupa ataupun secara sengaja, mungkin saja kewajiban itu dilakukan di waktu yang lain.
Beda halnya dengan waktu yang terkandung dalam tiap detik yang berlalu. Hak waktu harus ditunaikan secara seketika dan bila tertunda tak akan mungkin ditunaikan di waktu lain. Secara global, waktu yang berlalu bersama nikmat atau pertolongan Allah SWT menuntut seseorang untuk bersyukur dan berterima kasih kepada-Nya. Waktu yang datang secara bersama cobaan atau musibah mewajibkan seseorang untuk bersabar. Fenomena-fenomena dan perubahan alam yang memenuhi masa-masa kehidupan ini mengharuskan seorang muslim untuk berfikir dan mengambil pelajaran darinya. Sedangkan seorang hamba yang terjerumus dalam maksiat, seketika itu juga ia wajib beristighfar dan bertaubat.
Mungkin satu detik yang ita lalui hanya mengandung sebuah hak. Akan tetapi terkadang detik tersebut menyimpan beberapa hak yang semuanya wajib ditunaikan saat itu juga. Intinya, setiap detik yang berlalu mempunyai hak tersendiri dan bila tertunda tidak akan mungkin hak tersebut ditunaikan di waktu yang lain.
